reksadana ditutup

BPK Temukan Tiga  Reksa Dana Divonis Bubar, Namun Belum Ditutup OJK

BPK (Badan pemeriksa Keuangan) melalui Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II/2020 telah melaporkan adanya temuan berupa tiga reksa dana yang telah diperintahkan dibubarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan atau OJK.

Namun kenyataannya perintah tersebut belum dibubarkan oleh manajer investasi yang menerbitkan hingga lembaga eksternal yang menyelesaikan laporan tersebut pada akhir 2020.

“Nilai aktiva bersih atau NAB dari tiga reksa dana tersebut sudah diperintahkan untuk bubar oleh OJK, namun belum dibubarkan oleh MCMIX sebesar 1,2 triliun,” jelas BPK dalam laporannya.

Baca Juga: Flip, Aplikasi Kirim Uang ke 12 Negara dengan Tarif Murah

Ditemukan penurunan NAB yang berpotensi kerugian

BPK juga menilai adanya potensi kerugian nasabah akibat penurunan NAB dari tiga reksa dana yang telah diinstruksikan untuk dibubarkan tersebut.

Lembaga pemeriksaan eksternal juga menilai  kurangnya akuntabilitas pada proses penanganan pelanggaran yang dilakukan manajer investasi.

Salah satunya yakni perlindungan hak para investor reksa dana yang dilikuidasi jika OJK tidak segera mengambil langkah-langkah penyelesaian atas pelanggaran pengelolaan dari RD MCMIX.

“Ketua Dewan Komisioner dari OJK perlu segera memerintahkan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal guna segera menetapkan pedoman yang di dalamnya mengatur tentang penyelesaian permasalahan reksa dana. Termasuk pemberian perintah tertulis tentang pembubaran RD hingga pengembalian dana dari para nasabah,” lanjut BPK dalam rekomendasinya.

Sejak akhir 2019 lalu OJK memang tengah agresif dalam memberikan kartu kuning ke beberapa reksa dana dan manajer investasi dari mulai larangan transaksi sementara sampai vonis beredel yang permanen.

Kondisi tersebut terjadi ketika investor reksa dana tengah booming serta ramainya kasus akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan portofolio oleh para manajer investasi yang dipicu dari kasus asuransi Jiwasraya.

Baca Juga: Fintech Syariah Adalah: Definisi dan Konsep Akad yang Digunakan

BPK juga lakukan pemeriksaan di BPJS Ketenagakerjaan

Sebelumnya juga telah dilaporkan bahwa BPK menyampaikan rekomendasi atas pemeriksaan pengelolaan investasi serta operasional dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan periode 2018 hingga 15 November 2020.

Rekomendasinya yakni BPJS Ketenagakerjaan perlu melakukan take profit atau cut loss pada sejumlah saham yang tidak ditransaksikan. BPK menyebutkan bahwa setidaknya terdapat 6 dari total  34 portofolio saham BPJS yang mengalami masalah.

BPK juga menilai tentang tata kelola investasi BPJS Ketenagakerjaan belum sepenuhnya memadai. Sehingga hal ini menimbulkan hilangnya kesempatan guna memperoleh hasil pengembanan dana yang lebih optimal.

Adapun salah satu yang menjadi pemicu munculnya hal tersebut yakni ketidakjelasan keputusan cut loss atau take profit yang diterapkan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Selain itu  BPK juga menemukan bahwa BPJS Ketenagakerjaan tengah mengandung resiko tinggi jika reksa dana yang dimiliki 100% mengalami penurunan kinerja atau rugi tanpa adanya sharing resiko dengan pihak lain.

BPK merekomendasikan sejumlah kebijakan cut loss tersebut karena BPJS Ketenagakerjaan berpotensi mengalami  loss yang tinggi dari investasi saham serta reksa dana yang dimilikinya.

Langkah yang dilakukan BPK yang pertama yakni dengan merekomendasikan Anggoro Eko Cahyo selaku Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan guna membuat mekanisme cut loss secara tegas dan jelas.

Mekanisme yang jelas dan tegas tersebut nantinya akan menjadi pedoman dalam pengambilan setiap keputusan. Kemudian BPK juga merekomendasikan pelaksanaan transaksi pada sejumlah saham.

Yang kedua BPK juga merekomendasikan pada BPJS Ketenagakerjaan untuk mempertimbangkan take profit atau cut loss atas saham-saham yang tidak ditransaksikan. Beberapa saham tersebut diantaranya seperti saham KRAS, AALI, GIAA, SMIP, LSIP dan ITMG.